Sudahkah Bersyukur atas Dua Nikmat?


 Kemarin malam adalah tarawih pertama saya di Jember untuk tahun ini.


Suasananya syahdu. Beratap langit, bebas merasakan hembusan fasilitas pendingin alami.


Saya berangkat bersama si bungsu. Dia bersemangat sekali, karena tahu akan bertemu dengan teman-temannya. Maklum, sudah sepekan kami bepergian. Jadi si bungsu yang berusia lima tahun ini sudah tak sabar bertemu 'geng'nya. Apalagi dia menggenggam mainan baru, siap untuk dipublikasikan kepada khalayak ramai:D


Kami tak perlu menempuh jarak jauh. Sebab musholla tempat sholat tarawih, hanya berjarak tiga rumah. Jadi kami berjalan santai saja. Sesampainya di sana, shaf perempuan yang berada di luar ruangan mushola, sudah berlapis-lapis. Saya pun akhirnya memilih shaf paling belakang.


Saat sholat hendak dimulai, datang seorang wanita sepuh dan langsung menggelar sajadah di samping kiri saya. Usianya sekitar delapan puluhan, namun perawakannya masih tegap dan jalannya tegas. Yang menarik perhatian saya adalah ketika sujud. Beliau membaca doa meski berbisik namun bisa terdengar oleh saya. "Subhana Subhana Subhana" . Saya jadi tidak tenang mendirikan sholat.


Ketika berdzikir, saat imam memimpin untuk mengucap tiga kata mulia Subhanallah Alhamdulillah Allahu Akbar, nenek ini malah berucap 'aamiin… aamiin… aamiin'. 


Satu lagi, ketika sholat rawatib didirikan, beliau ikut bangkit. Kemudian mengucap niat sholat tarawih. 


Ya Allah. Bukannya hati ini geli. Tapi sungguh, saya merasa beliau masih bersemangat beribadah. Meski mungkin pengetahuan agamanya tidak tebal. Beliau menggunakan satu niat untuk setiap sholat Sunnah yang didirikan malam itu. 


Saya edarkan pandangan lebih jauh. Di sebelah kiri saya, ada si bungsu. Sebelahnya lagi ada budhe saya. Usia 74 tahun. Jika sholat sambil duduk di lantai dan menyelonjorkan kedua kakinya. Namun hal ini tak menghalangi beliau sholat jamaah lima kali di mushola. Di sebelah kanan saya, ada si nenek tadi, kemudian ada dua wanita. Salah satunya adalah ibu mertua saya. Kedua ibu yang seumuran ini sholat dengan cara duduk di kursi. 


Selesai sholat saya jadi berfikir sendiri. Saya yang kala itu sedang merasa pegal-pegal di kaki, efek habis menempuh sembilan jam perjalanan dari Tuban ke Jember, merasa tidak ada apa-apanya. Dibanding ketidak nyamanan yang dirasakan para ibu-ibu sepuh yang berada satu shaf dengan saya.


Lantas sampai di rumah saya teringat hadits Rasulullah tentang nikmat sehat dan waktu luang, dua nikmat ini seringkali dilalaikan oleh manusia.


نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ


”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)


Saya diberi nikmat sehat lebih banyak dibandingkan para ibu sepuh ini. Seharusnya saya tidak lalai. Saya tidak boleh meninggalkan syukur pada Allah atas nikmat yang diberikan. Bersyukur adalah dengan melaksanakan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan Allah. 


Untuk nikmat satunya yaitu waktu, saya jadi teringat sahabat saya. Beliau dipanggil Allah sebelum ramadhan datang, tepatnya kurang dari sepekan. Usianya di bawah saya. Seorang penulis yang bersemangat dan kreatif. Saya kaget dengan kabar duka yang menimpanya. Padahal ramadhan tahun ini kurang hitungan jari, namun Allah tidak memberinya kesempatan menikmati bulan suci tahun ini. Di usia muda, bukan usia yang menunjukkan bahwa dia telah sangat lama berada di dunia.


Lalu, masihkah kita tidak bahagia, dengan nikmat ramadhan yang diberikan Allah? Kita beruntung, karena tetap bisa mencecap aroma syurgawi dari bulan suci ini. Kita bernasib baik, karena mendapat kesempatan mengumpulkan banyak-banyak pahala dari bulan ramadhan. Bukankah ini sebuah kenikmatan, dari waktu hidup yang masih kita genggam?


Ibnul Jauzi menyampaikan nasihat yang sudah semestinya menjadi renungan kita, “Intinya, dunia adalah ladang beramal untuk menuai hasil di akhirat kelak. Dunia adalah tempat kita menjajakan barang dagangan, sedangkan keuntungannya akan diraih di akhirat nanti. Barangsiapa yang memanfaatkan waktu luang dan nikmat sehat dalam rangka melakukan ketaatan, maka dialah yang akan berbahagia. Sebaliknya, barangsiapa memanfaatkan keduanya dalam maksiat, dialah yang betul-betul tertipu. Sesudah waktu luang akan datang waktu yang penuh kesibukan. Begitu pula sesudah sehat akan datang kondisi sakit yang tidak menyenangkan.”


‘Umar bin Khottob mengatakan,


إنِّي أَكْرَهُ الرَّجُلَ أَنْ أَرَاهُ يَمْشِي سَبَهْلَلًا أَيْ : لَا فِي أَمْرِ الدُّنْيَا ، وَلَا فِي أَمْرِ آخِرَةٍ .


“Aku tidak suka melihat seseorang yang berjalan seenaknya tanpa mengindahkan ini dan itu, yaitu tidak peduli penghidupan dunianya dan tidak pula sibuk dengan urusan akhiratnya.”


Ibnu Mas’ud mengatakan,


إنِّي لَأَبْغَضُ الرَّجُلَ فَارِغًا لَا فِي عَمَلِ دُنْيَا وَلَا فِي عَمَلِ الْآخِرَةِ


“Aku sangat membenci orang yang menganggur, yaitu tidak punya amalan untuk penghidupan dunianya ataupun akhiratnya.”




Referensi: https://rumaysho.com/634-nikmat-sehat-dan-waktu-luang-yang-membuat-manusia-tertipu.html



Eva

(7 Ramadhan 1443 H)


Komentar

  1. masyaAllah, bener ini. kita harus ingat untuk bersyukur dan memanfaatkan 2 nikmat ini dengan baik. waktu berlalu begitu cepat dan sehat kadang tidak kita syukuri sampai akhirnya datangnya sakit :(

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih atas tanggapannya :)

Postingan populer dari blog ini

No Hoax dengan Copywriting yang Optimal

5 Langkah Kecil Mewujudkan Lingkungan Inklusif

Lebih Mudah dan Murah, Cobalah Healing by Writing