Puasa Pekan #2, Tidur Tepat Waktu dan Perbekalan Menulis Cukup



Alhamdulillah, pekan kedua sudah usai. Saatnya libur puasa dan merefleksikan apa yang telah dilakukan.


Pekan kedua puasa saya sungguh berwarna warni. Sebagaimana warna badge yang saya dapat. Nyaris lengkap, tidak hanya warna tunggal saja.




Diawali dengan melanjutkan kebiasaan di rumah, Alhamdulillah sudah terbiasa menulis sesuai target. Pun untuk bangun dini hari. Dan tidur sebelum pukul 22.


Tantangan kemudian meningkat. Bulan ramadhan datang dengan tugas berupa masak sahur untuk saya. Jadilah saya harus bangun lebih awal lagi. Supaya bisa memiliki waktu untuk menulis juga memasak.


Hari pertama lancar saja bangun pukul 01, dan tidak tidur setelah shubuh. Ternyata keesokan harinya, saya mengalami ngantuk akut di saat bangun tidur. Maka perjuangan sebenarnya adalah melawan rasa kantuk yang menggoda, supaya tetap bisa menulis. Dan saya kalah beberapa kali di poin ini.


Akhirnya saya menurunkan standar. Meski itu artinya tujuan puasa syaa tak tercapai. Yaitu proses menulis saya tidak harus selesai di pagi hari.  Saya bisa tuntaskan di siang sampai malam hari juga.


Ternyata, sebagaimana yang sebenarnya saya tahu, menulis selain di pagi hari itu banyak distraksinya. 


Yang pertama adalah peran sebagai 'budhe' yang disayangi keponakannya. Alkisah, si keponakan yang gemoy ini baru berusia sebulan hampir dua bulan. Dia masih kebawa nuansa di dalam rahim, suka diayun pakai tangan. Nah, karena orang tuanya sudah capek, saya berinisiatif membantu dengan menggendong. Dan ternyata, si keponakan ini nyamaan banget dalam dekapan saya. Kata ayahnya sih, sebab tangan saya empuxz. Hahaha. Tak apalah kehilangan beberapa ratus detik kesempatan menulis. Demi mengayun si bayi. Baru ketika dia udah lelap dalam tangan saya, menulis pun dimulai!


Selain aktivitas di rumah, saya juga beberapa kali menyempatkan silaturrahim ke sanak keluarga dan handai taulan. Tak santun kiranya melepas rindu sedangkan tangan dan mata terpaku pada layar ponsel. Karena itu, menulispun jadi tertunda.


Walhasil, beberapa kali pula, demi menuntaskan tulisan, saya mengerjakan dengan menahan kantuk. Kalo tidak begitu, closing text saya kurang sip. Atau kalau bukan begini, saya menyerah dan pernah menulis beberapa kalimat saja. 


Namun, saya tetap merasa berhasil. Puasa tidak tidur lebih dari pukul 22.00, berhasil. Kemudian dari tujuh hari, lima hari saya menulis dengan jumlah kata lebih dari standar, yaitu lebih dari 400 kata. Kesemua tulisan juga merupakan copywriting. Bisa saya simpulkan bahwa keberhasilan ini berkat adanya perencanaan menulis, tidur tidak terlalu malam, dan tidak tidur setelah bangun di pagi hari (sudah tahu akibat buruknya!-_-). Semangat untuk menyelesaikan meski tidak hanya menulis di pagi hari, di tengah-tengah kesibukan lain, juga membuat sebagian besar tulisan saya akhirnya tuntas.


Sedikit tambahan kesuksesan, di hari ini saya dapat kabar bahwa beberapa tulisan copywriting saya sudah tayang di web mitra. Ada koreksi dari editor, bahwa saya harus memperhatikan PUEBI. Ini jadi catatan untuk puasa pekan berikutnya. Yaitu saya tidak boleh malas swa sunting. 


Rencananya saya juga akan mengulang puasa pekan ini untuk diterapkan pada pekan depan. 


Ohya, sampai saat ini, saya harus berterima kasih pada my buddy. Dia membantu saya dengan cara lain. Yaitu meminimalisir komunikasi. Meskipun di awal saya sangsi bisa melakukannya. Namun demi patuh pada aturan, kami bisa melakukannya. Berikut curahan hati saya untuk my buddy.

 


Eva,

28 Maret 2022


#institutibuprofesional

#hutankupucekatan

#tahapkepompong

#jurnalpekan2











Komentar

Postingan populer dari blog ini

No Hoax dengan Copywriting yang Optimal

5 Langkah Kecil Mewujudkan Lingkungan Inklusif

Lebih Mudah dan Murah, Cobalah Healing by Writing