Mengenal Dimensi Waktu dan Bersabar Saat Menunggu

 

Review buku “Nanti itu Kapan’

 



Tocchan ingin sekali bermain dengan papa mamanya. Namun sejak pulang sekolah, mamanya bilang ‘Mainnya nanti saja.’ Mama tidak bisa mengijinkan Tocchan bermain saat itu karena harus segera membuka toko. Ya, papa dan mama Tocchan punya toko kue di rumah,  yang ramai pembeli. Sehingga kedua orang tua Tocchan selalu sibuk sepanjang hari.

Tocchan harus bersabar menunggu orang tuanya selesai bekerja. Saat dia mengajak mama yang sedang melayani pembeli untuk segera bermain, hanya jawaban ‘nanti’ yang dia terima. Mama menyuruhnya menunggu sambil menggambar. Namun sampai kertas gambarnya habis, mama tak kunjung datang. Bahkan sampai dia melipat semua kertas origami, dia belum juga boleh bermain. Hingga akhirnya dia lapar. Melihat pembeli toko semakin banyak, tak mungkin dia meminta pada mama. Untung papa yang dari tadi mengantar pesanan kue, sudah datang.

 

Tocchan segera keluar rumah dan mengajak papanya bermain. Namun sama. Papa hanya berujar, ‘nanti.’ Untung saja papa sambil memberinya kue. Akhirnya dia mengusir lapar dengan kue itu. Selesai menikmati sampai habis, dia haus dan berniat mengambil jus sendiri dari dalam kulkas. Sayangnya, jus itu malah tumpah dan membasahi baju. Ketika dia minta tolong mama untuk berganti baju, mama masih bilang ‘nanti’.


Tocchan jadi bingung. Dia terdiam sambil merasa lapar dan dingin di badan. Di tidak tahu harus menunggu sebeapa lama lagi. Hingga akhirnya mama masuk ke ruangan dimana Tocchan berada. Namun mama justru kaget dengan keadaan yang berantakan. Tocchan pun berujar,

“Mama, ‘Nanti itu kapan, sih? Mengapa papa mama selalu bilang ‘Nanti’? Mengapa nanti itu lama sekali?’

 

==Pembelajaran Dimensi Waktu bagi Anak dan Orangtua==

Buku ini bermanfaat untuk anak-anak dan orang tuanya. Bagi anak, pembelajaran dimensi waktu menjadi fokus utama. Karena khususnya bagi balita, beberapa kata semisal ‘nanti’, ‘sebentar lagi’, ‘sekarang’, ataupun ‘besok’ dan ‘kemarin’, masih membingungkan. Seperti anak bungsu saya (3 tahun 7bulan), masih suka mengatakan ‘tadi’ untuk semua yang sudah dia lakukan. Entah itu satu jam yang lalu maupun satu hari yang lalu! :-D

Nah dalam cerita ini, kita sebagai orang tua bisa berkaca, bagaimana menyampaikan sebuah ‘rentang waktu’ untuk anaknya. Jangan sampai seperti mama Tocchan yang menggunakan kata ‘Nanti’ dengan maksud sebentar. Padahal kata ‘nanti’ bagi Tocchan itu tak berujung. Kertas gambar habis, kertas origami satu pak sudah terlipat, sampai dia merasa lapar dan haus, ahhh... Sampai kapan ‘nanti’ itu habis?


Jika dalam kehidupan nyata, bisa dengan menggunakan ‘selesai menggambar,panggil Ibu ya!’ Atau ‘Ibu ijin melayani pembeli dulu, ya!’ untuk anak-anak balita. Pada umur di atasnya, yang sudah paham dengan perbedaan angka, jam dinding bisa digunakan. ‘Tunggu sampai jarum jam yang panjang sampai di angka tiga, ya!’ Nah untuk yang sudah paham dan mampu membaca jam, bisa langsung mengatakan, ‘Ya, nanti kita bermain pukul empat!’

Namun semua ini tak akan berlaku jika orang tua sebagai pembuat janji, pada akhirnya mengingkari ucapannya. Anak bisa kehilangan kepercayaan. Nah, jika memang setelah waktu yang ditentukan datang tapi kita masih sibuk sendiri, sampaikan saja permintaan maaf dan minta tambahan waktu dengan membuat janji baru. Tapi ya jangan lama-lama ya...

 

==Sabar Berujung Kebahagiaan==

Selain itu, pembelajaran bersabar dalam menunggu juga tersirat di dalamnya. Beberapa aktivitas bisa dilakukan untuk mengusir bosan. Tocchan yang tetap tenang, tidak marah, tidak merajuk, saya gunakan sebagai gambaran. Yaitu ketika mencoba mengatasi si bungsu yang gemar berteriak-teriak saat menyampaikan sesuatu. Ilustrasi yang eye catching, jelas dan tidak neko-neko, membuat saya mudah memaparkan bagaimana perasaan tokoh. Sekaligus mengajak anak saya untuk berempati saat membaca untuknya. Seperti bagaimana jika ditolak bermain, ditinggal ibu sibuk, atau saat diberi kue, diajak bermain, dan ketika selesai membantu ibu. Yang sedih itu wajar, yang nampak bahagia itu bisa dilakukan.


Walaupun di awal, cerita ini nampak tersurat agar anak mau mengerti kesibukan orang tua, namun menurut saya ini kurang pas. Sesibuk apapun, orang tua harus menyempatkan diri bermain dengan buah hati. Untungnya mama Tocchan akhirnya meminta maaf karena telah menolak ajakan Tocchan untuk bermain, dengan dalih sibuk di toko. Di akhir cerita terasa kebahagiaan menguar. Tocchan yang telah berjuang sesiangan akhirnya bisa menghabiskan waktu bersama kedua orang tuanya.

 

 Untuk melihat pembacaan buku ini, oleh saya untuk putri saya, klik di sini

Identitas buku:

Judul: Nanti itu Kapan?

Penulis dan ilustrator: Satoko Miyano

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

 

Komentar

Posting Komentar

Terima kasih atas tanggapannya :)

Postingan populer dari blog ini

No Hoax dengan Copywriting yang Optimal

5 Langkah Kecil Mewujudkan Lingkungan Inklusif

Lebih Mudah dan Murah, Cobalah Healing by Writing