Rasa yang Mengalir Selama Prabunsay

 



Seperti yang sudah saya sampaikan di postingan sebelumnya, awalnya saya takut melangkah ke perkuliahan. Jauh dari saat pendaftaran sudah bergema, saya mengalami was-was. Saya yang sudah lulus matrikulasi, tahu pasti akan ada perkuliahan selanjutnya, yaitu bunda sayang. Namun saat itu, saya masih pakai ponsel jadul, tanpa fasilitas hotspot, kamera buram, hampir penuh memorinya sehingga beberapa aplikasi susah digunakan, dan paling parah, ponsel ini adalah pinjaman! Gimana mau ikut kuliah online jika ponsel saja seperti ini... T_T

Allah Maha Pengasih. Tidak ada yang mengelak tentang ini. Sebuah kejutan jadi hak saya! Tiada angin tiada hujan, adik saya membelikan sebuah ponsel baru! Dihadiahkan khusus untuk saya, sebelum pernikahannya berlangsung dua bulan kemudian. “Sampeyan nonjok aku, ya?” Saya sampaikan setelah mengucap terima kasih (nonjok adalah kebiasaan masyarakat Jawa, memberikan undangan pernikahan yang ditempel pada sebuah benda. Yang umum adalah sabun mandi. Hal ini dilakukan dengan maksud si pengundang sangat mengharap kedatangan yang ditonjok.)

Maka kepercayaan diri terpupuk, hingga sampai di titik seperti dalam postingan saya sebelumnya. Namun sekali lagi, karena saya butuh belajar, saya memberanikan diri untuk terus melaju. Semoga jalan yang indah benar-benar terpampang ke depan!

Perkuliahan bunda sayang diawali dengan tahap pendahuluan, atau dibilang prabunsay. Di sana saya bersama kelima teman regional Jember mengikuti empat wahana (penyebutan untuk tahapan). Setiap wahana diadakan dalam rentang waktu sepekan. Diawali dengan keharusan menyimak video penyampaian materi di Facebook. Selanjutnya kami diberi waktu enam hari ke depan untuk menyelesaikan game (tugas) yang diberikan. Nampak seru, bukan?

Saya merasa tim peramu ‘kurikulum’ prabunsay sungguh kreatif. Meramu pembelajaran dalam sebuah alur negeri dongeng. Kalau kali ini adalah pulau cahaya, lengkap dengan emoat aktivitas untuk masing-masing wahana yang kami lalui. Ada wahana istana pasir, wahana surfing, wahana wake boarding, dan wahana diving. Meski nampak bermain dalam khayal, apa yang disampaikan oleh pemateri (kami menyebutnya widya iswara), adalah ilmu pasti. Sehingga semua nampak menyenangkan. Apalagi para pemateri tampil all out. Lengkap dengan atribut berekreasi ke pantai dan laut. Materi yang berkisar pada pengetahuan mengenai organisasi tempat kami berada, jadi terasa mengasyikkan. Analogi-analogi digunakan, sehingga poin materi bisa mudah terserap. Begitu pula dengan tugas yang diberikan. Kalimat-kalimat perintah disusun dengan apik, dalam balutan penjelasan wisata pantai. Sangat menyenangkan! Apalagi setiap akhir wahana, ada souvenir berupa stamp yang dikoleksi untuk dikumpulkan di akhir petualangan, untuk ditukar dengan tiket perayaan. Seru bukan? Tanpa sadar, dengan iklim menyenangkan, ilmu krusial telah kita dapatkan.

Dalam proses pembelajaran, tak luput dari tantangan teknis yang saya alami. Satu adalah karena waktu menatap ponsel yang terbatas. Ini membuat saya kesusahan mengikuti live streaming materi. Di materi pertama, saya tak bisa mengikuti dan harus menyimak rekaman keesokan harinya. Di materi kedua, saya memakai cara yaitu menonton nyambi nyetrika. Hihihi... Jadi nampaknya sibuk dan fokus merapikan baju, padahal mata juga tertuju pada layar. Sedangkan fikiran fokus ke materi.

Di materi ketiga, ada perubahan sepertinya. Ada penggunaan streamyard, yang mengharuskan saya meng-update aplikasi facebook di ponsel. Padahal saya sudah bersiap, memperbaiki diri dengan datang tepat waktu. Menggunakan cara sama, menggelar alas setrika, mengambil baju-baju kusut, and.. The show begin! Eh, tenyata facebook saya ngambek! Tidak mau memperbaiki diri pula. Sehingga streamyard tak bisa terpasang! Saya gagal ikut live. Maka saya menyetrika baju dengan wajah manyun.  Ya sudah, ikhlas hati, saya menonton rekaman. Begitu pula dengan penyampaian materi keempat. Makanan apa sih, streamyard inih? Huhuhuhu..

Sepertinya saya memang harus berdamai dengan si burung hijau (lambang streamyard) sesegera mungkin, agar petualangan saya baik-baik saja.

Terakhir, tentang pengerjaan tugas. Adalah hal yang berbeda dengan cara saat perkuliahan IP saya sebelumnya, matrikulasi. Jadi tugas harus dikerjakan secara online. Lalu dikumpulkan dalam link yang disediakan. Terakhir saya harus mengecek mandiri apakah pengumpulan tugas sudah tepat atau belum. Semua dilakukan secara tertib sesuai jadwal. Alhamdulillah, karena sebelumnya saya sudah menjalani peran sebagai manajer operasional, mendampingi teman-teman yang kuliah, jadi sudah terbiasa dengan cara ini.

Kebetulan sebulan menjalani prabunsay, saya sedang menjalani kegemaran menulis. Mengikuti lomba novel dan beberapa proyek penerbitan buku antologi. Sedangkan kesempatan mengerjakan tugas bagi saya adalah sebuah permata. Tak bisa sepanjang hari dilakukan. Namun alhamdulillah semua bisa saya lakukan. Walau beberapa kali mendekati jam cinderella. Senang rasanya, ketika mendapat stamp, sebagai bukti tantangan sudah saya taklukkan. 



 Semua seru, semua mendebarkan. Prabunsay benar-benar bisa membuat saya berkaca, apa yang kurang dalam perbekalan saya mengarungi petualangan bunda sayang. Semoga Allah memudahkan setiap usaha saya untuk memperbaiki diri. Aamiin.

Komentar

Posting Komentar

Terima kasih atas tanggapannya :)

Postingan populer dari blog ini

No Hoax dengan Copywriting yang Optimal

5 Langkah Kecil Mewujudkan Lingkungan Inklusif

Lebih Mudah dan Murah, Cobalah Healing by Writing